Indonesia Terancam Sanksi Berat Dari FiFA, APPI: PSSI Harus Segera Fikirkan Dampak Sosial dan Kemanusiaannya

UJARAN.MAKASSAR – Buntut kerusuhan antar suporter sepak bola dalam laga lanjutan pekan 11 liga 1 antara Arema FC VS Persebaya di stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu malam (01/10) yang mengakibatkan korban meninggal sebanyak 153 orang (update sementara) membuat Indonesia terancam mendapatkan sanksi berat dari induk organisasi sepak bola dunia (FIFA).

Dikutip dari berbagai sumber sanksi berat yang akan menanti Indonesia dimulai dari pencabutan status sebagai tuan rumah piala dunia U-20 tahun 2023 hingga larangan mengadakan kompetisi sepak bola pada semua divisi.

Korban kerusuhan laga Arema FC vs Persebaya Surabaya lebih banyak ketimbang tragedi Heysel yang mempertemukan Liverpool vs Juventus di final Liga Champions 1984-1985. Kondisi itulah yang membuat Indonesia dalam hal ini PSSI, berpotensi mendapat hukuman dari FIFA selaku Federasi Sepakbola Dunia.

Mantan Manager PSM Makassar Munafri Arifuddin menyampaikan duka mendalam dan mengrimkan doa bagi seluruh korban, menurut dia kejadian tersebut memiliki dampak sangat besar pada elemen sepakbola.

“Kita semua berduka dengan apa yang terjadi semalam itu, secara pribadi saya turut berbela sungkawa untuk para korban.” Ucap Appi akrabnya, Minggu (02/10).

“Kejadian tersebut memiliki dampak sangat besar dalam dunia sepak bola nasional kita karena bila sanksi berat di jatuhkan atas insiden itu maka pemerintah dan PSSI harus cepat mengambil langkah memikirkan nasib insan sepak bola yang bergantung hidup di dalamnya.” Lanjutnya

Appi juga menambahkan, bila sanksi berat berlaku untuk Indonesia maka akan ada ribuan insan sepak bola yang harus di fikirkan nasib nya, olehnya itu ia berharap PSSI sebagai Induk Organisasi sepak bola di Indonesia harus menyiapkan kompetisi lokal jangka panjang sebagai solusi kedepannya.

“PSSI sebagai induk harus segera berfikir untuk mengambil tindakan pasca kejadian tersebut, mungkin dengan mengadakan kompetisi lokal jangka panjang yang bisa meminimalisir dampak sosial kedepannya.” Tambah Munafri

Kerusuhan berawal dari tumbangnya tuan rumah Arema FC dengan skor 2-3 dalam laga tersebut, suporter Arema yang tidak puas atas kekalahan tersebut masuk ke dalam lapangan pertandingan usai wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan dengan kemenangan bagi Persebaya.

Situasi semakin mencekam ketika pihak kepolisian mulai menembakkan gas air mata ke salah satu sisi tribun. Dikabarkan dari situ, banyak suporter yang terinjak-injak hingga kehabisan napas.

Penggunaan gas air mata sebenarnya tak diperbolehkan dalam regulasi FIFA. Pada pasal 19 FIFA Safety and Security Stadium di poin b ditegaskan bahwa tidak boleh sama sekali penggunaan senjata api dan gas air mata untuk pengendalian massa. Berikut bunyi lengkapnya:

(19) Petugas di pinggir lapangan (Pitchside stewards)
Untuk melindungi para pemain dan ofisial serta menjaga ketertiban umum, diperlukan penempatan stewards dan/atau polisi di sekeliling lapangan permainan. Saat melakukannya, pedoman berikut harus dipertimbangkan:

a) Setiap steward atau petugas polisi yang ditempatkan di sekitar lapangan permainan kemungkinan besar akan direkam di televisi, dan oleh karena itu perilaku dan penampilan mereka harus memiliki standar tertinggi setiap saat.

b) Tidak ada senjata api atau “gas pengendali massa” yang boleh dibawa atau digunakan. 

Sementara poin d menjelaskan tentang jumlah pihak pengamanan atau polisi harus seminimum mungkin tapi juga mempertimbangkan penilaian risiko pertandingan yang sudah ada sebelumnya.(*/berbagai sumber)

0 Comments