Penulis : Nurhidayatullah B. Cottong, Mahasiswa Magister Ilmu Adminitrasi Negara, Universitas Indonesia Timur
OPINI - Masih begitu hangat diperbincangkan, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai dibawah kendali Seto-Kartini berhasil melampaui target salah satu misinya yaitu penciptaan 10 ribu lapangan kerja.
Hal itu dikutip pada website resmi pemerintah daerah yang disampaikan Sekretaris Dinas Koperasi, UMKM dan Tenaga Kerja (Diskopnaker) Sinjai, Muh Sabir Syurkati, mengungkapkan serapan tenaga kerja melalui program penciptaan 10.000 lapangan kerja telah melampaui target. Jika dipersentasikan mencapai 110 persen.
“Sudah melebihi daripada target 1 periode pak Bupati sampai dengan 2023 tetapi tahun 2022 sudah mencapai 11.020 atau 110 persen dari program pencanangan 10.000 lapangan kerja,” katanya, Selasa (23/8/23).
Angka itu sekilas terdengar cukup menggembirakan ditelinga publik, namun entah mengapa akhir-akhir ini kemudian dalam diskursus yang saya pantau, entah di sosial media atau warung-warung kopi maupun diruang-ruang akademis, justru begitu kontras dengan pemahaman mereka. Banyak yang setuju dan tidak sedikit yang Kontra.
Akhirnya saya mencoba mengklarifikasi data 110 persen tersebut yang dibanggakan Diskopnaker Sinjai dengan Data yang dirilis Badan Pusat Statistik tepat dibulan yang sama, yaitu agustus 2023. Agar pemahaman kita semua berimbang soal data yang dirilis pemerintah.
Pada segmen pengangguran. Tentu angkatan kerja dan pengangguran adalah dua konsep yang terkait erat dalam ekonomi dan statistik tenaga kerja. Pertama, Angkatan Kerja (Labor Force) jumlah orang yang aktif mencari pekerjaan atau yang sudah bekerja. Ini mencakup dua kelompok utama: orang yang bekerja (pekerja) dan orang yang tidak bekerja tetapi aktif mencari pekerjaan (pengangguran terbuka).
Yang Kedua, Pengangguran (Unemployment), yaitu merujuk pada orang-orang dalam angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan saat ini dan sedang mencari pekerjaan. Dengan kata lain, pengangguran adalah salah satu ukuran penting dari ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi tingkat pengangguran termasuk, Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Ketika ekonomi tumbuh dan menciptakan lapangan kerja baru, tingkat pengangguran cenderung menurun. Sebaliknya, saat ekonomi mengalami resesi, tingkat pengangguran cenderung naik. Perubahan dalam struktur ekonomi, seperti perubahan teknologi atau kebutuhan tenaga kerja, dapat memengaruhi tingkat pengangguran. Beberapa pekerjaan menjadi usang sementara yang lain berkembang. Siklus Bisnis dimana situasi saat kontraksi ekonomi, tingkat pengangguran naik, dan saat ekspansi ekonomi, tingkat pengangguran cenderung turun.
Namun, konklusi atas persoalan tersebut muaranya pada kebijakan pemerintah, seperti program pelatihan pekerjaan, bantuan pengangguran, atau regulasi ketenagakerjaan, sejauh mana konsep yang ditawarkan dapat memengaruhi tingkat pengangguran.
“Agustus 2022: Sinjai, Kota Parepare, dan Toraja Utara adalah tiga kabupaten/kota dengan persentase pengangguran berpendidikan tinggi paling tinggi”.
Demikian kirakira, tulisan yang di BOLD oleh BPS sebagai konklusi terhadap distribusi pengangguran di Sulawesi Selatan. Pengangguran dangan lulusan Perguruan Tinggi paling banyak yaitu Sinjai (37,39 persen), Kota Parepare (35,75 persen), dan Toraja Utara (31,50 persen). Sebaliknya tiga kabupaten/kota dengan persentase pengangguran berpendidikan tinggi paling sedikit secara berturut-turut yaitu Tana Toraja (3,11 persen), Takalar (4,44 persen), dan Wajo (5,20).
Fokus pertanyaanya? ada apa dengan lulusan Perguruan Tinggi di Sinjai? Kenapa demikian besar menyumbang angka pengangguran, urutan pertama di Sulawesi Selatan. Secara awam, apakah tidak ada Perguruan Tinggi yang cukup kompeten di Sinjai? sehingga tidak mampu menyiapkan lulusan yang siap kerja. Ataukah lulusannya tidak cukup punya kompetensi untuk bersaing di bursa kerja?
Dan, atau malah lapangan kerja yang tidak tersedia? Tentu pertanyaan terakhir saya ini agak kontras, sebab bulan ini (Agustus 2023) pemerintah daerah merilis berita yang cukup menarik bahwa target penyediaan lapangan kerja melampaui target 10 ribu penciptaan lapangan kerja?
Prinsip dasar ekonomi, adalah hukum penawaran dan permintaah. Penawaran lapangan kerja dari pemerintah cukup menggiurkan, disisi lain permintaan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi di Sinjai berada diurutan pertama tertinggi di Sulawesi Selatan. Entah, ada semacam kekacauan data atau manajemen logika yang rusak pada soal ini.
Artinya, jika tersedia 10 ribu lapangan kerja. Dan jumlah pengangguran berada diangka 10 ribu, maka seharusnya secara logika tidak ada lagi pengangguran di Sinjai. Berarti data BPS keliru soal Pengangguran di Sinjai?
Bahkan, Diskopnaker Sinjai secara spesifik menyebutkan angka realisasi serapan tersebut pada tahun 2018 sebanyak 60 orang, 2019 sebanyak 538 orang, 2020 sebanyak 4.404 orang, 2021 sebanyak 6.018 orang. Perbandingan 2018 dan 2020 cukup mencengankan, terjadi peningkatan yang sangat sangat signifikan.
Selanjutnya sebagai bahan diskursus baru, BPS merilis tiga kabupaten/kota dengan persentase pengangguran berpendidikan menengah paling banyak pada Agustus 2022 secara berturut-turut yaitu Bulukumba (75,61 persen), Kepulauan Selayar (71,22 persen), dan Luwu (63,83 persen). Sebaliknya, persentase pengangguran berpendidikan menengah paling sedikit berada pada Takalar (17,07 persen), Soppeng (25,01persen), dan Wajo (29,85persen).
Tiga kabupaten/kota dengan persentase paling banyak pengangguran berpendidikan dasar ke bawah pada Agustus 2022 yaitu Takalar (78,49 persen), Soppeng (61,60 persen), dan Wajo (64,95 persen). Sebaliknya, persentase pengangguran yang paling sedikit pada kategori yang sama berada pada Kepulauan Selayar (6,97 persen), Bulukumba (7,49persen), dan Toraja Utara (11,95 persen).
Masih soal lapangan kerja, Kata Diskopnaker penyerapan tenaga kerja melalui program penciptaan 10.000 lapangan kerja ini dari berbagai sektor seperti usaha mikro atau industri makan minum, industri jasa, industri pariwisata, industri perbengkelan, jahit menjahit sampai industri media.
Mati kita cek, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sinjai Tahun 2022 (Rilis Februari 2023, BPS) masih didominasi oleh Lapangan Usaha oleh Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 45,69 persen; Konstruksi sebesar 12,78 persen; Perdagangan Besar-Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 12,76 persen, dan Jasa Pendidikan sebesar 5,56 persen. Peranan keempat lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Kabupaten Sinjai mencapai 76,80 persen.
Lalu, posisi Industri Makan minum sebesar 0,36 persen; Industri jasa melipusi (Jasa pendidikan 5,56 persen, jasa keuangan 3,01 persen, jasa perusahaan 0,06 persen, jasa kesehatan dan kegiatan sosial 1,92 persen dan jasa lainnya 0,60 persen). Menariknya industri pariwisata dan jahit menjahit tidak terlihat masuk sebagai penyumbang PDRB Sinjai dari 17 poin yang dipaparkan BPS. Sedangkan perbengkelan masuk dalam reparasi mobil-motor.
Sektor yang disebutkan Diskopnaker menyumbang lapangan kerja tidak cukup relevan statistik lapangan usaha yang tersedia di Sinjai. Apakah Diskopnaker merilis data “Asal Bapak Senang” ? Jawabannya hanya tuhan dan Diskopnaker Sinjai yang tahu. Saya berharap tidak akan ada narasi “Bercyandya” yang keluar soal data yang dirilis tersebut.
Penulis : Nurhidayatullah B. Cottong, Mahasiswa Magister Ilmu Adminitrasi Negara, Universitas Indonesia Timur
0 Comments