Akui Telah Terjadi Palanggaran HAM di Masa Lalu, Jokowi: Saya Akan Pastikan tidak Terjadi Lagi

UJARAN.JAKARTA – Presiden Indonesia Joko Widodo telah mengakui adanya “pelanggaran HAM yang besar” dalam sejarah negaranya dan berjanji untuk mencegah ketika akan terulang kembali.

Dia menyebut ada 12 peristiwa yang disesalkan, termasuk peristiwa penyingkiran komunis di puncak Perang Dingin.

Menurut beberapa pendapat, pembantaian itu menewaskan sekitar 500.000 orang. Bapak Jokowi adalah presiden Indonesia yang kedua, yang secara terbuka mengakui pertumpahan darah tahun di 1960-an, setelah Almarhum mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang pernah minta maaf ke publik di tahun 2000.

Kekerasan itu terjadi setelah partai komunis dituduh membunuh enam jenderal dalam percobaan kudeta di tengah perebutan kekuasaan antara komunis, militer dan kelompok Islam.

“Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara Indonesia mengakui bahwa adanya pelanggaran HAM yang besar memang terjadi di dalam beberapa peristiwa,” kata Jokowi pada konferensi pers di luar Istana Kepresidenan di Jakarta, pada hari Rabu.

“Dan saya sangat menyayangkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti itu,” lanjut perkataan presiden itu yang akrab disapa Jokowi .

Peristiwa yang dia sebut terjadi antara tahun 1965 dan 2003 dan termasuk penculikan aktivis demokrasi karena kritikannya terhadap Keotoriteran Suharto di akhir 1990-an.

Presiden juga menyoroti pelanggaran HAM di wilayah Papua, wilayah timur yang berbatasan dengan Papua Nugini di mana telah lama terjadi gerakan separatis, serta pemberontakan di provinsi Aceh dan di bagian utara pulau Sumatera.

Pemerintah ingin memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa meniadakan resolusi yudisial, katanya, tetapi tidak merinci bagaimana hal itu akan dilakukan.

“Saya akan berusaha untuk memastikan pelanggaran HAM yang berat tidak pernah terjadi lagi di masa depan,” tambahnya.
Namun beberapa aktivis mengatakan pengakuannya gagal mengatasi tanggung jawabnya sebagai pemerintah.

Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyerukan tindakan hukum yang harus diambil terhadap para pelaku tindakan tersebut.

“Pengakuan belaka tanpa berusaha mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di masa lalu hanya akan menambah luka para korban dan keluarganya. Sederhananya, pernyataan presiden tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban,” ujarnya.

Andreas Harsono dari Human Rights Watch mengatakan “Jokowi berhenti secara eksplisit mengakui peran pemerintah dalam kekejaman atau membuat komitmen untuk mengejar akuntabilitas”.

Jokowi baru-baru ini menerima laporan dari tim yang dia tugaskan tahun lalu, untuk menyelidiki pelanggaran HAM tersebut.
Apa yang sebetulnya terjadi di tahun 1965?
Persaingan antara militer Indonesia dan Partai Komunis memuncak ketika enam jenderal tewas dalam serangan semalam oleh tentara yang diduga berpihak kepada komunis.

Sekelompok perwira yang dipimpin oleh seorang kolonel di pengawal istana Presiden Sukarno dituduh mencoba melancarkan kudeta.

Jenderal Suharto memimpin pemberantasan anti-komunis berdarah di mana ratusan ribu tersangka komunis terbunuh.

Banyak lagi yang ditahan dan dipenjarakan tanpa pengadilan. Pada tahun 1966, Presiden Sukarno terpaksa menyerahkan kekuasaan darurat kepada Jenderal Suharto, yang mengambil alih sebagai presiden pada tahun berikutnya, memerintah Indonesia selama 31 tahun.

Di tahun 2017, dokumen yang dideklasifikasi mengungkapkan bahwa AS memiliki pengetahuan lebih tentang pembunuhan massal pada saat itu, tetapi tetap diam. (Red/BBC)

Penulis: Nirwana

0 Comments