Buntut 50 ribu Pekerja Kena PHK Dalam Industri Tekstil, Pemerintah Batasi Produk Impor

UJARAN.MAKASSAR – Jumlah tenaga kerja di sektor industri tekstil mengalami penurunan cukup siginifikan pada periode Agustus 2022 dibanding periode Agustus tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri tekstil kehilangan 50 ribu pekerja pada periode Agustus 2022.

“Berdasarkan survei Agustus 2022 pada industri tekstil terjadi penurunan dari 1,13 juta menjadi 1,08 juta orang,” ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Senin, 7 November 2022.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui Industri tekstil tengah mengalami perlambatan. Pertumbuhan industri tekstil mencatatkan angka 8 persen. Angka ini dinilai masih cukup sehat, meski masih perlu dilihat perkembangan kedepannya.

“Kalau bicara PHK sebenarnya secara umum berdasarkan rilis yang disampaikan oleh BPS penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur itu naik sekitar 400.000 (orang),” kata dia dalam Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi di Triwulan ke-III, Senin (7/11).

“Memang ada sektor-sektor yang terpukul akibat dari pelemahan dari ekonomi global, market yang ada di Eropa dan di Amerika,” tambahnya.

Dia mengatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Misalnya dengan melakukan pelarangan atau pembatasan (lartas) produk impor. Dengan demikian, dia berharap langkah itu bisa menumbuhkan harmonisasi antara hulu, intermediet, hingga hilir sektr tektil. Meski begitu, perlu diambil kebijakan secara cermat dan hati-hati.

“Nah itu kita harus betul-betul tepat dalam mengambil kebijakan termasuk lartas jangan sampai kalau kita melartas dihulunya kemudian mempengaruhi dari kinerja intermediet dan hilirnya,” paparnya.

Menperin Agus menekankan kalau kebijakan lartas ini jadi salah satu opsi untuk menjaga agar sektor yang mengalami pelambatan, termasuk tekstil bisa kembali tumbuh signifikan. Di sisi lain, dia juga melihat ada opsi untuk restrukturisasi kredit, dan ini kewenangannya berada di Otoritas Jasa Keuangan.

“Salah satu cara menjaga keberlangsungan dari industri yang terpukul atau melambat itu adalah restrukturisasi dari kredit itu sendiri dan tentu kami akan bicara dengan OJK,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB) Yan Mei mengatakan sejak dua pekan lalu, ada laporan dari 14 kabupaten dan kota di Jawa Barat mengenai pemutusan hubungan kerja atau PHK dari sejumlah perusahaan tekstil.

“Total PHK itu ada 64 ribu pekerja dari 124 perusahaan,” ucap Yan Mei dalam konferensi pers secara virtual pada Rabu, 2 November 2022.

Yan Mei mengatakan kondisi ini terjadi lantaran terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya daya beli di negara-negara tujuan ekspor.

Di antara perusahaan yang terdampak, Yan Mei menyebutkan ada 18 perusahaan yang tutup hingga akhirnya terpaksa melakukan PHK terhadap kepada sekitar 9.500 karyawan.

Angka total karyawan yang terkena PHK, menurutnya, akan terus berubah seiring laporan yang masuk. Namun ia memprediksi jumlahnya terus bertambah hingga tahun depan, terlebih akibat adanya tekanan resesi global.

Ia mengungkapkan di pabrik garmen miliknya di Kabupaten Bogor, terjadi penurunan pesanan secara drastis sejak April 2022. Penurunannya mencapai lebih dari 50 persen. Kemudian, terjadi ketidakstabilan pesanan di bulan-bulan selanjutnya. Bahkan, kata dia, volume pesanan sempat tak mencapai 30 persen dari jumlah semula.

“Jika bisa membantu mempertahankan pesanan yang ada, kami sudah cukup berterima kasih,” ucapnya.

Yan Mei berharap pemerintah segera melakukan kebijakan yang dapat menolong industri tekstil saat ini. Apalagi situasi yang sama tidak hanya terjadi untuk pelaku industri tekstil kecil dan menengah, tetapi terjadi pula pada perusahaan-perusahaan besar seperti Nike, Victoria Secret, dan lainnya. Angka penurunan ekspor yang terjadi pada perusahaan-perusahaan besar itu, menurutnya, telah mencapai 40 hingga 50 persen.(berbagai sumber/*)

0 Comments