Pengadaan Barang dan Jasa di kota Makassar dari tahun 2019 hingga tahun 2022 tampak tidak ada perubahan yang signifikan terhadap pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa.
Hal tersebut disampaikan oleh Pemerhati Pemerintah dan Kebijakan, Dirga Saputra.
“Tentu ini menjadi perhatian kita bersama perihal serapan anggaran yang dikelola oleh SKPD/OPD yang dimana kami melihat sangat lambat terkait proses administrasi, ada beberapa contoh hal kami anggap kecil dan ini umum seperti kurangnya perhatian pergantian PA/KPA di sistem sirup (Sistem informasi umum pengadaan barang dan jasa),” tutur Dirga, Selasa (06/09/2022).
Dirga mengatakan bahwa beberapa SKPD/OPD yang masuk kategori lambat dalam melaksanakan serapan anggarannya, yang dimana kami anggap administrasinya bobrok dan SDM nya yang tidak profesional.
“Pagu anggaran belanja yang disiapkan Pemkot Makassar untuk 62 OPD di tahun 2022 mencapai Rp5 triliun. Sementara yang berhasil terealisasi baru Rp1,29 triliun. Dengan demikian, sisa anggaran yang belum digunakan masih ada sekitar Rp3,71 triliun. Adapun 18 OPD yang serapan anggarannya masih rendah, masing-masing, Bagian Protokol (20,25 persen), Dinas Penataan Ruang (18,88 persen), Bagian Organisasi (18,85 persen), Dinas Pertanahan (18,28 persen), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukimaan (17,52 persen), dan Dinas Lingkungan Hidup (16,91 persen),” bebernya.
Selanjutnya, kata Dirga, Bagian Tata Pemerintahan (16,83 persen), Bagian Kerja Sama (16,64 persen), Bagian Pengadaan Barang dan jasa (16,39 persen), Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, (16,22 persen) dan Dinas Perdagangan (15,92 persen), dan Dinas Sosial (15,59 persen). Berikutnya, Dinas Ketahanan Pangan (14,39 persen), Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (12,58 persen), Dinas Pemuda dan Olahraga (11,42 persen), Bagian Hukum (10,29 persen), Bagian Perekonomian (4,06 persen), dan terendah Dinas Pekerjaan Umum (3,29 persen).
“Tentu ini tidak terlepas juga dengan UKPBJ (Unit kerja pengadaan barang dan jasa) yang dimana proses dilakukan diwilayah kerjanya, kami anggap mereka juga punya tanggungjawab atas serapan anggaran di kota makassar. Kami anggap UKPBJ gagal dalam menerapkan monevnya terkait persoalan di SKPD/OPD yang kami anggap tidak memiliki SOP (standar operasional prosedur) dan ini wajib.”
Dirga mengatakan bahwa acuan ini sangatlah jelas pengadaan barang dan jasa diatur perpres nomor 12 tahun 2021 beserta turunannya Perlem dan perka tentu ini menjadi dasar untuk melakukan proses pengadaan barang dan jasa sesuai aturan yang telah ditetapkan.
“Bagaimana mau bagus prosesnya SOP UKPBJ saja tidak ada, bagaimana SKPD/OPD mau cepat malakukan proses administrasi contoh POKJA A dangan POKJA B model dokumen berbeda sedangkan item pekerjaan, sama ini kan menjadi pertanyaan. Akhirnya batal lelang jadi sebaiknya UKPBJ menerapkan SOP jika betul ada dan menerpkan secara konsisten berdasarkan regulasi yang ada,” pungkasnya.
0 Comments