UJARAN.CO.ID - Ketegangan dalam perang tarif antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Presiden Donald Trump menyerukan agar pihak China segera menyelesaikan masalah tarif impor melalui jalur negosiasi, ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt, beberapa jam setelah pemerintah China resmi memberlakukan kenaikan tarif impor terhadap barang-barang dari AS menjadi 125 persen, dari sebelumnya 84 persen, ujarnya.
Menurut Leavitt, Presiden Trump siap membuka pintu dialog dengan Beijing, selama pihak China menunjukkan itikad baik. “Presiden akan sangat baik jika China berniat membuat kesepakatan dengan Amerika Serikat. Jika China terus membalas, itu tidak baik untuk China,” ujarnya.
Langkah Trump ini menjadi respons atas kebijakan balasan terbaru dari Kementerian Keuangan China, yang menilai bahwa tarif tinggi dari AS bersifat merugikan dan tidak masuk akal secara ekonomi, ujarnya.
“Tarif balasan sebesar 125 persen menandai tidak ada lagi pasar bagi barang-barang AS di China,” terang pernyataan resmi Kementerian Keuangan China, yang menegaskan bahwa Beijing bisa saja mengabaikan seluruh kebijakan tarif AS ke depan, ujarnya.
Leavitt mengklaim bahwa saat ini, Amerika Serikat memiliki ekonomi terkuat dan paling stabil di dunia, yang dibuktikan dengan lebih dari 75 negara telah melakukan pendekatan untuk menjalin kesepakatan dagang baru dengan Washington, ujarnya.
Menurutnya, sikap keras Trump terhadap perdagangan internasional merupakan bentuk perlindungan terhadap industri dalam negeri, serta cara untuk menciptakan keseimbangan dalam perdagangan global, ujarnya.
Kebijakan perang tarif ini awalnya dimulai pada masa jabatan pertama Trump, dan kembali memanas setelah ia kembali duduk di Gedung Putih pada 2025, dengan alasan bahwa China tidak menunjukkan komitmen yang adil dalam perdagangan bilateral, ujarnya.
Di sisi lain, para analis memperingatkan bahwa kondisi ini dapat menimbulkan guncangan ekonomi global, terutama bagi negara-negara yang memiliki ketergantungan tinggi pada ekspor-impor kedua negara raksasa tersebut, ujarnya.
Meski begitu, pihak Gedung Putih menyatakan bahwa negosiasi tetap menjadi opsi utama. “Presiden Trump tidak menutup pintu diplomasi, tapi China juga harus berhenti melakukan tindakan yang merugikan ekonomi global,” pungkas Leavitt, ujarnya.
0 Comments