Tarif Capai 125%, Perang Tarif Amerika-China Memanas, Negara Lain Ditunda 90 Hari

Trump menyampaikan bahwa kebijakan tarif tinggi khusus untuk China ini merupakan bagian dari strategi ekonomi AS dalam menjaga dominasi pasar domestik.

UJARAN.CO.ID - Hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas seiring saling serang kebijakan tarif yang diberlakukan kedua negara. Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi menaikkan tarif impor untuk China menjadi 125% pada Rabu (9/4/2025), hanya beberapa jam setelah China lebih dulu mengumumkan kenaikan bea masuk terhadap sejumlah barang asal AS menjadi 84%.


Trump menyampaikan bahwa kebijakan tarif tinggi khusus untuk China ini merupakan bagian dari strategi ekonomi AS dalam menjaga dominasi pasar domestik. “Kami membedakan China dari negara-negara lain karena sikap mereka yang merugikan perdagangan global,” ujarnya.


Kenaikan tarif ini berpotensi menimbulkan lonjakan harga barang konsumsi di Amerika Serikat serta menghambat pemulihan ekonomi China yang saat ini sedang dalam kondisi lesu. Perang tarif dua negara dengan ekonomi terbesar dunia ini memicu ketidakstabilan dalam perdagangan internasional.


Sementara itu, Kementerian Perdagangan China merespons dengan pernyataan keras. Mereka menegaskan bahwa China siap mengambil langkah balasan terhadap kebijakan AS. “Jika AS bersikeras untuk lebih meningkatkan pembatasan ekonomi dan perdagangannya, China memiliki kemauan yang kuat dan sarana yang melimpah untuk mengambil tindakan balasan yang diperlukan dan berjuang sampai akhir,” ujarnya.


Data perdagangan menunjukkan bahwa Amerika Serikat mengekspor barang senilai US$ 199 miliar ke China, sementara impor dari China ke AS mencapai US$ 463 miliar. Ketimpangan ini menjadi salah satu alasan Trump terus menekan China lewat kebijakan perdagangan yang agresif.


Komoditas ekspor utama Amerika Serikat ke China pada 2024 meliputi kacang kedelai, pesawat terbang, farmasi, dan semikonduktor. Di sisi lain, ponsel, komputer, mainan, dan pakaian merupakan barang-barang utama yang diimpor AS dari China dalam jumlah besar.


Kebijakan kenaikan tarif AS terhadap China ini diyakini akan berdampak pada harga barang elektronik dan kebutuhan rumah tangga di pasar Amerika. “Konsumen bisa menghadapi harga yang lebih tinggi untuk barang-barang harian karena tarif baru ini,” ujarnya.


Ekonom memperkirakan bahwa jika perang tarif terus berlanjut, maka bukan hanya perdagangan kedua negara yang terganggu, tetapi juga dapat mengguncang rantai pasok global dan stabilitas ekonomi dunia. “Negara-negara lain akan terdampak akibat ketegangan dua kekuatan ekonomi besar ini,” ujarnya.


Pemerintah China sendiri kini tengah berupaya mencari pasar alternatif dan memperkuat perdagangan dengan negara mitra lainnya di Asia dan Eropa untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS. “Kami akan memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara sahabat untuk menjaga kestabilan perdagangan,” ujarnya.


Situasi ini terus berkembang dan menjadi sorotan utama dalam geopolitik ekonomi global. Para pelaku usaha dan investor global kini menanti langkah selanjutnya dari kedua negara terkait eskalasi perang tarif Amerika-China yang semakin panas.

0 Comments