![]() |
Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal atau akrab disapa Deng Ical, menilai judi online (judol) harus segera ditetapkan sebagai darurat nasional. |
UJARAN.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal atau akrab disapa Deng Ical, menilai judi online (judol) harus segera ditetapkan sebagai darurat nasional. Hal ini menyusul kasus tragis di Tangerang Selatan, di mana satu keluarga ditemukan tewas diduga akibat terlilit judi online dan pinjaman online.
“Implikasi dari adanya judi online ini luar biasa dan termasuk kategori extra ordinary crime,” ujarnya.
Syamsu Rizal, yang akrab disapa Deng Ical, menegaskan bahwa judol tidak hanya berdampak sosial tetapi juga ekonomi. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lebih dari Rp1 triliunuang hasil judi online mengalir ke luar negeri.
“Bayangkan saja, setengah mati kita ajak investor masuk menanam modal, sementara uang kita yang lain dibawa kabur,” ujarnya.
Ia menyoroti ketidakseimbangan kebijakan ekonomi, di mana pemerintah berupaya membatasi perjalanan luar negeri guna menekan devisa keluar, tetapi di sisi lain dana besar terus mengalir ke bandar judi online internasional.
“Kita lupa kalau ada yang mesti dijaga supaya uang tidak tergerus keluar,” ujarnya.
Deng Ical meminta agar penanganan judi online tidak dilakukan secara parsial. Menurutnya, semua pihak harus terlibat dalam pemberantasan judol, termasuk perguruan tinggi, alim ulama, hingga aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena judol mengancam ketahanan nasional.
“Presiden sudah harus bikin aturan ini dalam keadaan darurat nasional,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa 40 juta masyarakat Indonesia telah terdampak judi online, dengan 8 juta orang aktif sebagai pemain. Mirisnya, sebagian besar dari mereka adalah generasi usia produktif.
“Mereka tidak melakukan kegiatan yang produktif, tetapi malah terjebak permainan judol yang menyesatkan,” ujarnya.
Deng Ical menyoroti dampak panjang dari judi online terhadap sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Jika dibiarkan, hal ini bisa menghambat pencapaian Indonesia Emas 2045, di mana Indonesia diharapkan menjadi negara maju.
“Jangan-jangan karena judol, kita malah tidak dapat Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Ia juga menekankan peran orang tua dan sekolah dalam mencegah anak-anak terpapar judi online. Orang tua harus memberikan pemahaman tentang bahaya judol, serta membatasi penggunaan gadget dan media sosial.
“Harus ada pembatasan penggunaan media sosial pada anak, dan unsur pendidikan serta keluarga harus terlibat untuk mencegah mereka terjerumus ke judol,” ujarnya.
Permasalahan judi online, menurutnya, bukan sekadar isu ekonomi atau kriminalitas, tetapi juga melibatkan akses internet dan jaringan lintas negara.
“Judol harus dilihat sebagai upaya negara melindungi generasi Indonesia emas. Jangan pandang masalah ini sebagai masalah ekonomi atau kriminalitas semata,” ujarnya.
0 Comments