![]() |
Dua perusahaan yang disebut bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut ini adalah PT Tata Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). |
UJARAN.CO.ID, Bekasi – Konflik antara nelayan pesisir Bekasi dan Tangerang dengan perusahaan pemilik pagar laut kembali memanas. Pagar bambu yang menutup akses laut masih berdiri kokoh, membuat nelayan tak bisa melaut seperti biasa.
Dua perusahaan yang disebut bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut ini adalah PT Tata Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). Keduanya dituding memasang pagar secara ilegal menggunakan batang-batang bambu yang tertanam hingga dasar laut, menghalangi jalur keluar-masuk kapal nelayan.
Seorang nelayan dari Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Bekasi, menyatakan bahwa pagar tersebut belum sepenuhnya dibongkar, meski beberapa waktu lalu sempat dilakukan pembongkaran simbolis. “Kami tidak bisa keluar dari muara, pagar itu masih menutup akses kami ke laut,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut. Ia menyebut pemasangan pagar laut bukan hanya penghalang fisik, melainkan bentuk pengekangan hidup terhadap nelayan. “Mereka dipagari di negeri sendiri. Ini bentuk nyata ketidakadilan,” ujarnya.
Daniel juga menilai pembongkaran yang selama ini dilakukan tidak menyentuh akar permasalahan dan hanya menjadi ajang pencitraan. Ia menegaskan bahwa nelayan pesisir Bekasi dan Tangerang membutuhkan keadilan nyata, bukan seremoni kosong. “Tiap hari mereka berjuang demi sesuap nasi, tapi dikalahkan oleh pagar ilegal,” ujarnya.
Politikus PKB itu juga meminta aparat penegak hukum untuk tidak berhenti pada pengusutan aktor lokal seperti kepala desa. Menurutnya, ada dugaan keterlibatan pihak-pihak besar yang hingga kini belum tersentuh. “Jangan biarkan kasus ini berhenti di ujung rantai. Usut sampai ke atas,” ujarnya.
Sementara itu, Kejaksaan Agung dikabarkan mengembalikan berkas perkara pagar laut karena dinilai belum lengkap dari sisi pasal tindak pidana korupsi. Hal ini membuat proses hukum semakin lambat dan mengundang kekecewaan dari berbagai pihak. “Kalau negara terus diam, rakyat akan makin frustasi,” ujarnya.
Daniel Johan menekankan bahwa persoalan ini bukan hanya soal pelanggaran aturan tata ruang, tetapi juga menyangkut hak dasar warga negara untuk mencari nafkah secara layak. “Ini soal perut, soal martabat bangsa, bukan sekadar urusan administrasi,” ujarnya.
Desakan kepada pemerintah dan aparat hukum terus mengalir agar pagar bambu di laut Bekasi dan Tangerang segera dibongkar total dan akses nelayan dipulihkan sepenuhnya. Masyarakat sipil dan organisasi lingkungan pun mulai terlibat dalam advokasi, mengawal kasus ini agar tidak menguap begitu saja.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari PT TRPN maupun PT MAN terkait keberlanjutan pagar laut yang diprotes oleh nelayan. Namun tekanan publik terus meningkat agar mereka bertanggung jawab dan menghentikan segala bentuk penghalangan aktivitas melaut di wilayah pesisir.
0 Comments