Ini Komentar Telak Prof Sukardi Weda Soal Skandal Uang Palsu UIN Alauddin

Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Sukardi Weda, menilai kasus-kasus ini menjadi bukti lemahnya pengawasan internal di kampus.

UJARAN.CO.ID, Makassar – Sejumlah kasus besar di kampus-kampus Makassar, seperti peredaran narkoba, pelecehan seksual, pungutan liar (pungli), korupsi, hingga terbaru pemalsuan uang, mencoreng nama baik institusi pendidikan tinggi di kota ini. Publik mempertanyakan integritas dan pengawasan di lingkungan kampus, yang seharusnya menjadi pusat pendidikan moral dan intelektual.

Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Sukardi Weda, menilai kasus-kasus ini menjadi bukti lemahnya pengawasan internal di kampus. "Ironis, pelaku di antaranya adalah orang berpendidikan tinggi, bergelar doktor, bahkan profesor. Ini sangat memprihatinkan," kata Sukardi dalam analisanya.

Menurut Sukardi, pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) hanyalah langkah awal yang belum cukup efektif. Ia menegaskan bahwa dosen dan tenaga pendidik lainnya perlu dibekali kemampuan khusus untuk mencegah segala bentuk pelanggaran, termasuk pelecehan seksual dan praktik pungli.

Peran rektor sebagai pemimpin kampus juga menjadi sorotan tajam. Sukardi menilai bahwa banyak rektor tidak melakukan pendekatan langsung kepada civitas akademika. "Rektor seharusnya turun langsung ke lapangan, mengunjungi fakultas, jurusan, dan mendengar langsung aspirasi warga kampus," tegasnya.

Sukardi mengkritik gaya kepemimpinan rektor yang lebih mementingkan fasilitas pribadi ketimbang memperhatikan kondisi kampus. "Jangan hanya datang ke kampus dengan mobil dinas mewah, langsung masuk ruangan yang serba nyaman, sementara lorong-lorong kampus kotor dan pengap," ujarnya.

Masalah ini juga mencuat karena kurangnya interaksi antara pimpinan kampus dan mahasiswa. Sukardi menyebut bahwa hubungan yang kuat antara pimpinan dan civitas akademika mampu menciptakan sinergi positif untuk mencegah segala bentuk pelanggaran.

Kasus terbaru seperti pemalsuan uang di UIN Alauddin Makassar dan berbagai kejahatan lainnya di kampus Makassar menjadi perhatian serius publik. Kampus-kampus besar yang seharusnya menjadi simbol integritas justru menjadi tempat terjadinya praktik ilegal yang mencoreng nama baik institusi.

Sebagai solusi, Sukardi menyarankan pengawasan ketat di lingkungan kampus. Pelibatan mahasiswa dalam sistem pengawasan juga dinilai mampu menciptakan transparansi dan kepercayaan di antara semua pihak. “Mahasiswa adalah elemen penting yang harus diberdayakan dalam menjaga integritas kampus,” tambahnya.

Kampus juga disarankan tidak hanya fokus pada prestasi akademik tetapi juga pada penguatan nilai-nilai moral. Menurut Sukardi, reformasi internal yang melibatkan semua pihak harus menjadi prioritas untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi.

Masalah sosial di kampus, seperti pelecehan seksual, pungli, dan korupsi, dinilai tidak hanya merusak nama baik kampus tetapi juga mencerminkan lemahnya sistem kontrol. “Kampus adalah benteng terakhir pendidikan moral bangsa. Jika kita kehilangan kepercayaan pada kampus, maka kita kehilangan harapan pada masa depan bangsa,” tegasnya.

Dengan meningkatnya kasus di kampus Makassar, masyarakat berharap ada langkah konkret dari pihak universitas dan pemerintah. Kasus-kasus ini menjadi pengingat penting bahwa reformasi total di dunia pendidikan tinggi sangat diperlukan untuk menciptakan generasi bangsa yang berintegritas.

0 Comments