Pasal Perzinaan dan Kumpul Kebo Dinilai Dapat Merugikan Pengusaha Hotel

UJARAN.MAKASSAR – Masuknya pasal perzinaan dalam RKUHP mendapat respon dari beberapa kalangan, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel menilai pasal tersebut sangat berpengaruh dalam dunia perhotelan yang tengah bangkit pasca badai pandemi covid 19.

Ketua PHRI Sulsel Anggiat Sinaga saat di hubungi menilai pasal tersebut dapat mengusik privasi para tamu hotel yang menginap dan menikmati fasilitas, terlebih menurut Anggiat para turis asing yang selama ini menginap bukan dengan pasangan resmi mereka.

“Saya belum tahu persis perihal pasal ini tapi saya khawatir ini akan mengusik privasi tamu yg akan menikmati fasilitas akomodasi.” Kata Anggiat, Jumat (21/10).

Selain dianggap akan mengusik privasi tamu hotel, pasal perzinaan juga akan berimbas pada tingkat okupansi hotel kedepannya, pasalnya para tamu alan menjadi takut untuk menginap di hotel.olehnya itu kata Anggiat sebelum di sahkan sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan pihak terkait guna membicarakan hal tersebut.

“Tingkat keterisian hotel pasti terganggu dengan adanya pasal itu, apalagi sektor perhotelan tengah berusaha bangkit pasca pandemi, olehnya itu sebelum RKHUP ini di sahkan hendaknya di undang PHRI yang mengurusi bisnis akomodasi agar kedepan tidak terjadi benturan dengan operasional hotel.” Tambahnya

Sebelumnya dikutip dari Antara, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Budi Santoso Sukamdani menyatakan pasal perzinaan yang dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dapat merugikan dunia usaha terutama di bidang pariwisata dan perhotelan.

“Dapat dipahami bahwa aturan pidana perzinaan sangat erat kaitannya dengan perilaku moral, namun sesungguhnya perbuatan itu termasuk pada ranah privat yang seharusnya tidak diatur oleh negara dan tak dianggap sebagai perbuatan pidana,” kata dia dalam konferensi pers yang dipantau secara virtual, Jakarta, Kamis.

Berdasarkan asas teritorial, setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Jika pasal perzinaan dimasukkan ke dalam RKUHP, lanjutnya, maka bagi turis asing yang tidak terikat hubungan pernikahan dapat dijerat oleh aturan pidana tersebut.

“Implikasinya, wisatawan asing akan beralih ke negara lain di mana hal tersebut juga berpotensi menurunkan kunjungan wisatawan di Indonesia,” ucap Hariyadi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono menyampaikan bahwa Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) telah menerima masukan dari berbagai tempat mengenai pasal perzinaan yang dimasukkan ke dalam RKUHP.

Menurut dia, adanya klausa baru tersebut kontraproduktif untuk mengembangkan sektor pariwisata karena dua orang yang berada di dalam satu kamar tanpa diikat oleh perkawinan akan dianggap sebagai tindakan kriminal.

“Kemarin kita ketemu American Chambers Of Commerce in Indonesia, itu pasti akan ditaruh di website-nya menteri kepariwisataan di negara itu (Amerika Serikat) terkait pasal perzinaan di Indonesia Kalau itu terjadi, maka tidak akan ada turis yang masuk ke Indonesia, sektor pariwisata yang menjadi primadona nantinya akan terkena dampak dari kebijakan tersebut,” ujar Iwantono.

Dalam RKUHP tersebut mengancam pelaku perbuatan kumpul kebo dan zina dengan hukuman penjara dan denda. “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi pasal 416 RKUHP.

Namun tindak pidana kohabitasi tersebut bersifat delik aduan. Pelaku tidak dapat dituntut kecuali atas pengaduan; suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Delik yang sama berlaku bagi pelaku zina.

Namun hukuman bagi pelaku zina lebih berat. “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi Pasal 415 RKUHP draf tanggal 4 Juli 2022. (*/antara)

0 Comments