Dalam paparannya, Dwikorita menjelaskan bahwa wilayah Jawa Timur tengah dihadapkan pada potensi cuaca ekstrem akibat fenomena La Nina, yaitu pendinginan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Hindia yang memicu peningkatan curah hujan signifikan. Fenomena ini meningkatkan risiko bencana seperti banjir, longsor, dan angin kencang.
“Dampak La Nina kali ini berbeda dengan kondisi tahun lalu yang dipengaruhi El Nino kering. La Nina memicu sirkulasi siklonik dan bibit siklon yang menghasilkan angin kencang, gelombang tinggi, dan hujan deras,” ujar Dwikorita.
Selain La Nina, aktivitas atmosfer seperti Monsoon Asia, gelombang Madden Julian Oscillation (MJO), serta gelombang Kelvin dan Rossby ekuator turut memperburuk intensitas hujan. Dwikorita menyebutkan, fenomena ini berlangsung sejak November dan diperkirakan mencapai puncaknya pada Desember hingga Januari 2025.
BMKG mencatat, beberapa wilayah terdampak cuaca ekstrem mencakup Bangkalan, Bondowoso, Gresik, dan Banyuwangi. Intensitas hujan di Jawa Timur diprediksi meningkat pada 21 Desember, sedikit menurun pada 22-23 Desember, lalu kembali intens pada 24 Desember. “Kami mengimbau masyarakat tetap waspada dan memanfaatkan informasi cuaca dari BMKG,” tambah Dwikorita.
Untuk mengantisipasi risiko bencana, BMKG bekerja sama dengan BNPB dan PUPR melakukan pemetaan wilayah rawan bencana. Melalui overlay data, zona-zona rentan banjir dan longsor telah diidentifikasi secara detail. Langkah ini memungkinkan pemerintah daerah menyusun strategi mitigasi yang lebih efektif dan terukur.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan, BMKG dan stakeholder terkait melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sejak 18 Desember. Operasi ini menggunakan pesawat Cessna Caravan C208B-EX untuk mengendalikan curah hujan di zona rawan bencana, dengan posko berpusat di Bandara Internasional Juanda Surabaya.
Dwikorita juga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan aplikasi Info BMKG guna memperoleh prakiraan cuaca hingga enam hari ke depan. “Aplikasi ini menyediakan informasi penting, seperti intensitas hujan, suhu, kelembapan udara, dan kecepatan angin hingga tingkat kecamatan. Harapannya, masyarakat bisa lebih siap menghadapi cuaca ekstrem,” tutupnya.
Kolaborasi BMKG, BNPB, Pemprov Jawa Timur, dan pihak terkait diharapkan mampu meminimalkan dampak bencana hidrometeorologi, sehingga keselamatan masyarakat tetap terjaga selama puncak musim hujan.
0 Comments