Soal Dugaan Permainan Lewat “Aplikasi Hijau” Ketua KPU Bone, FMI : Bisa Kena Pidana

 

Foto screenshoot yang beredar di Sosial Media

UJARAN - Pemilihan Umum. Pemilihan Legislatif 2024 telah diselenggarakan Februari lalu. Tetapi isu dugaan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bone bermain dalam pengaturan suara kini viral dijagat maya.


Viralnya screnshoot isi chat melalui pesan WhatsApp (aplikasi sosial media berlogo warna hijau) dan video yang diduga rekaman suara Ketua KPU Bone Yusran Tajuddin kepada bawahannya.  Dalam percakapan itu diduga Yusran memerintahkan PPK melakukan manipulasi suara salah satu Caleg Provinsi.


Melalui Kabar Bone, Ketua LSM Laterintatta, Mukhawas Rasyid menegaskan akan menggunakan hak konstitusionalnya untuk melaporkannya ke penegak hukum karena ia menjelaskan ada unsur penyalahgunaan kewenangan yang diduga dilakukan oknum KPU  Kabupaten Bone.


“Kami mendesak kejaksaan lakukan penegakan hukum terhadap indikasi penyalahgunaan kewenangan yang di lakukan oleh oknum KPU Bone, yang mana jelas dan terang terangan melakukan perbuatan detournement de pouvoir melampuai batas kewenangannya and abuse de droit sewenang wenang,” jelasnya, Selasa (28/5/2024).


Ia lanjut menjelaskan, dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oknum KPU Bone memenuhi unsur merugikan perekonomian negara akibat dari perbuatannya karena penyelanggaraan pemilu dibiayai oleh negara.


“Dan tentu merugikan masyarakat dan caleg lainnya. Sangat memenuhi unsur pasal 3 UU No.31 tahun 1999 tentang PTPK sebagaiman diubah dalam UU No.20 Tahun 2001,” ungkapnya.


Mencuatnya isu ini menjelang Pilkada menjadi catatan menarik sekaligus pertanyaan tentang penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU Bone.


Ardiansyah Mappigauu, kader Fraksi Muda Indonesia (FMI) yang dimintai pendapat soal itu. Menyayangkan adanya informasi seputar penyelenggara pemilu yang diduga mempermainkan suara rakyat bahkan mengajak orang lain secara bersama-sama melakukan manipulasi.


“Walaupun masih sebatas dugaan, ini telah membangun opini buruk bagi penyelenggara pemilu. Apalagi jika benar, maka bukan hanya soal opini tetapi ini bisa masuk sebagai unsur pidana KUHP pasal 55-56,” ujarnya saat dikonfirmasi.


Persepsi yang terbangun dimasyatakat tentu menjadi preseden buruk dalam berdemokrasi apalagi menjelang Pilkada. Jika terusterusan seperti ini maka pendidikan politik yang seharusnya on the track keluar pada jalur yang seharusnya. Perlu dievalusinya secara menyeluruh.


“Adanya desas-desus seperti itu mesti pihak berwenang segera mengevaluasi atau bahkan segera mengganti oknum tersebut jika benar adanya, karena kalau ini benar seperti dugaan yang beredar bisa dipecat dan kena pidana,” ujarnya. 


Namun, Ardiansyah tidak kaget karena perhari ini biasanya sesuatu yang diatensi itu yang viral-viral aja “No viral No Justice”. Sehingga pihaknya berharap apapun yang mengganggu kemaslahatan banyak ummat sama sama kita lawan. (*)



0 Comments