Kecakapan Struktural yang Kompleks Dari Pusat Hingga Kedaerah Pada Proses Ekploitasi Pertambangan

UJARAN.OPINI – Pengelolaan pertambangan di Indonesia selama bertahun-tahun ini telah berhasil menyumbang PDRB yang cukup signifikan. Namun, yang menjadi penting untuk dibahas adalah bukan hanya bagaimana sektor pertambangan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia tetapi bagaimana sebaiknya pengelolaan pertambangan sehingga benar-benar memeberikan kemanfaatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai cita-cita besar negara Indonesia.

Sulawesi Tenggara khususnya Kabupaten Kolaka memiliki potensi dan peluang yang sangat besar dalam bidang sumber daya mineral. Kalau benar-benar tambang dikelola dengan bagus, pasti akan  mensejahterakan.

Membicarakan tentang kemanfaatan aktivitas ekonomi pengelolaan pertambangan tentunya tidak bisa lepas dari perspektif keberpihakan negara dalam hal ini pemerintah daerah. Campurtangan negara atau peran negara dalam dinamika pembangunan ekonomi. Secara sederhana dapat diklasifikasikan dua perspektif, yaitu state centered atau kutub society centered. Kedua perspektif tersebut dapat digunakan dinegara manapun dengan berbagai variannya tergantung derajat intervensi atau campur tangan negara yang dijalankan.

Peran negara harus tetap bertujuan supaya dapat dihindari terjadinya kegagalan pasar. Model pilihanpilihan posisi peran negara berdasarkan pada kecenderungan apakah negara berkehendak mengambil peran kuat (etatism) yang menghasilkan bentuk regulasi ekonomi command socialism, atau memilih memberikan kebebasan peran bagi individu melalui demokrasi dan ekonomi pasar yang berbentuk ekonomi classic liberalism. Bahkan peran negara juga dapat berupa peran moderat yang bergerak diantara etatism dan liberalism. Model organik ini dapat bervariasi apakah cenderung dekat dengan etatism atau liberalism. Pilihan-pilihan tersebut bergerak secara dinamis bagaikan gerakan pendulum, sesuai dengan sistem politik dan ekonomi yang dijalankan oleh suatu negara.

Pertambangan

Keberadaan perusahaan pertambangan bukan hanya memiliki kontribusi yang besar kepada perekonomian negara. Namun potensi dan peluang tersebut juga diikuti dengan permasalahan mulai dari masalah pendirian smelter atau pabrik pengolahan yang tak kunjung terealisasikan, isu lingkungan, tenaga kerja dan yang menjadi eksidental pada persoalan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendidikan. Belum lagi sebagian besar pelaku usaha kegiatan pertambangan tidak dan belum melakukan pengelolaan lingkungan berupa melakukan reklamasi dan revegetasi serta belum mengimplementasikan isi dokumen lingkungan seperti AMDAL dan UKL-UPL dengan baik.

Pengusahaan pertambangan di Indonesia mengalami dilema, dimana telah terjadi inkonsistensi regulasi dalam pengelolaannya. Konstitusi secara tegas mengamanahkan untuk menguasai dan mengelola sumberdaya alam oleh negara untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, faktanya saat ini, amanah tersebut tidak dapat diaplikasikan karena pemerintah (negara) tidak berkemampuan dalam hal penguasaan teknologi canggih yang dibutuhkan untuk penambahan nilai tambah, seperti pembangunan smelter dan pengolahan hasil tambang sebagaimana mekanisme hilirisasi hasil tambang.

Inkonsistensi dari pendekatan state centered mengakibatkan pengebirian peran negara, yang seharusnya kuat menjadi lemah dan cenderung memenuhi ambisi dan kepentingan pemilik kapital. Hal ini menjadi wajar (dilema dianggap wajar) karena keahlian, teknologi, dan insentive capital dikendalikan oleh pemilik kapital besar (notabene korporasi multinasional). Tentunya orientasi utamanya adalah meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dalam menjalankan usahanya. Berbanding terbalik dengan citacita Indonesia yang seharusnya memanfaatkan sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyatnya.

Akhirnya, state centered tanpa kemampuan dan kemandirian bangsa menjadi mandul tidak bermakna. Kesejahteraan sulit diwujudkan di negara kesejahteraan tanpa adanya penguasaan kapital oleh negara. Ketersediaan sumberdaya alam tidak menjamin terwujudnya kesejahteraan suatu negara tanpa didukung oleh penguasaan teknologi, keahlian manajerial dan akumulasi kapital. Inkonsistensi regulasi menjadi jalan keluar bagi negara berkembang dalam peningkatan nilai tambah hasil pengusahaan pertambangannya.

Walaupun kita ketahui semua perusahaan tambang memiliki program community development atau yang dikenal juga dengan istilah Corporate Social Responsibility atau sekarang disebut dengan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang sifatnya berkelanjutan. Kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) ini bukan sekedar kegiatan amal atau public relation, namun memang wajib bagi perusahaan tambang. Itu tertuang dalam Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan lebih khususnya lagi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor  4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Revisi UU Minerba) telah mengatur mengenai kewajiban PPM ini. Pasal 108 ayat (1) hingga (3) menegaskan kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program PPM beserta mengalokasikan dana untuk program tersebut.

Dari sisi perusahaan menyelenggarakan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) merupakan upaya melibatkan masyarakat sekitar untuk ikut membantu keberadaan perusahaan sekaligus kelancaraan operasional tambang. Di sisi lain masyarakat sekitar yang memiliki resiko tinggi akibat aktivitas pertambangan dapat meningkatkan kesejahteraannya dari Program PPM tersebut.

Namun Ketika kita telisik lagi lebih jauh dari teori kesejahteraan sosial Menurut Wickeden (1965:8) mengemukakan bahwa indicator Kesejahteraan sosial dilihat dari aspek 1) Suatu sistem peraturan 2) Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, 3) Keadaan tempat tinggal, 4) Kesehatan anggota keluarga, 5) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, 6) Kemudahan memasukkan anak kepada jenjang Pendidikan.

Secara subjektif dualisme kondisi yang terjadi di lingkup pertambangan  yang ada di Kabupaten Kolaka, yakni 1) kesejahteraan siknifikan pada lingkungan di dalam kawasan industry pertambangan, 2) masi terjadinya stagnasi kesejahteraan masyarakat  yang ada di desa-desa sekitar kawasan industry  sehingga perlu segera diatasi oleh semua pihak baik pemerintah maupun perusahaan, agar kondisi tidak menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial yang pada akhirnya akan berpotensi untuk memicu terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Pada kesimpulanya narasi atau diskusi kita bukan lagi tentang mengusir dan menolak proses eksploitasi pertambangan karena toh kecakapan struktural yang kompleks dari pusat hingga kedaerah serta  yg dulunya ketika proses gerak massa begitu maasif adalah salah satu strategi untuk menghentikan namun hari ini itu berbeda karena proses penolakan itu tidak berefek lagi dari proses ekploitasi yang terus menerus dilakukan.

Sehingga kita berharap akan diperlukan political will secara kafah dari elit seluruh pemangku kepentingan, pada khususnya pemerintah daerah harus berperan penting dengan menyusun kebijakan yang tegas, konsisten dan transparan dalam mengatur usaha pertambangan, terutama hal perijinan, pembinaan, kewajiban yang diperuntukan ke masyarkat dan sanksi guna mewujudkan tata kellah pertambangan yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan serta bagaimana pemerintah mampu mengakomodir untuk mengurangi kemiskinan, membuka aktivitas ekonomi lain serta mengurangi dampak lingkungan dan konservasi sumberdaya.

Pendekatan yang direkomendasikan adalah ekonomi, sosial dan teknologi dengan dukungan koordinasi dan kerjasama seluruh aktor: pemerintah pusat dan lokal, industri pertambangan, LSM dan lembaga riset dan perguruan tinggi. Tiap aktor tersebut mempunyai peran yang saling melengkapi serta dengan membangun sinergi antara pemerintah daerah dengan perusahaan-perusahaan yang ada di lingkungan kawasan pertambangan. Sinergi antara pemerintah dengan perusahaan tersebut diharapkan akan mampu mengatasi persoalan yang selama ini menjadi kendala dalam upaya peningkatan kemakmuran warga masyarakat yang tinggal di desa-desa sekitar Kawasan pertambangan yang ada di Kolaka. (Red)

Penulis: Iswadi Amiruddin Mahasiswa Pascasarjana Unhas/Pemuda Tonganapo

0 Comments