Jumlah Ormas di Indonesia Tembus 554 Ribu, Masyarakat Resah karena Aksi Premanisme

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 5 Maret 2024, tercatat sebanyak 554.692 ormas resmi terdaftar di Indonesia.

Ujaran.co.id – Jumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia terus mengalami lonjakan signifikan. Namun, di balik pertumbuhannya, banyak pihak menyoroti maraknya tindakan ormas yang meresahkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sejumlah aktivitas oknum ormas yang terlibat dalam pemalakan, pungutan liar (pungli), penganiayaan, hingga perusakan fasilitas umum dan negara.


Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 5 Maret 2024, tercatat sebanyak 554.692 ormas resmi terdaftar di Indonesia. Sebaran tertinggi terdapat di Jawa Timur sebanyak 118.155 ormas, disusul Jawa Baratdengan 116.647 ormas, serta Jawa Tengah dengan 110.479 ormas. Sedangkan DKI Jakarta tercatat memiliki 32.620 ormas.


Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila,” bunyi Pasal 1 Undang-Undang Ormas, dikutip Kamis (24/4/2025).


Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian ormas justru menyimpang dari tujuan ideal tersebut. Tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan aksi-aksi intimidatif dari kelompok yang mengatasnamakan ormas. Beberapa kasus bahkan viral di media sosial karena melibatkan kekerasan dan pengancaman terhadap warga atau pelaku usaha kecil.


Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyoroti fenomena ini sebagai akibat dari lemahnya penegakan hukum terhadap ormas-ormas yang melanggar aturan. Ia menilai ada kecenderungan pembiaran karena kedekatan politis atau kekuatan massa yang dimiliki kelompok tersebut.


Polri harus terus hadir di tengah masyarakat untuk menenangkan hati rakyat. Masyarakat berharap polisi bisa bekerja penuh keadilan dan sigap, tidak pandang bulu, tidak perlu menunggu peristiwa viral terlebih dahulu,” ujarnya.


Evita menambahkan bahwa selama aparat masih berkompromi dengan ormas-ormas besar yang memiliki afiliasi politik tertentu, maka praktik premanisme berbaju ormas akan sulit diberantas. Ia memperingatkan bahwa kondisi ini berpotensi merugikan dunia usaha dan pariwisata nasional.


Selama aparat masih berkompromi dengan ormas yang punya afiliasi politik atau dukungan massa besar, premanisme akan sulit diberantas. Jika masih seperti ini, dunia industri dan pariwisata akan semakin dirugikan,” pungkasnya.


Sementara itu, provinsi-provinsi baru seperti Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya belum memiliki data jumlah ormas yang terdaftar secara resmi.


Pengamat sosial dan hukum menilai perlunya evaluasi terhadap regulasi pendirian dan aktivitas ormas, termasuk pengawasan ketat serta sanksi tegas bagi pelanggaran hukum yang dilakukan atas nama organisasi masyarakat.


Masyarakat pun berharap keberadaan ormas dapat kembali kepada fungsi sosial dan partisipatif dalam pembangunan, bukan menjadi alat tekanan terhadap warga dan pelaku usaha.

0 Comments