![]() |
Dalam laporan tersebut, AS menilai bahwa sejumlah kebijakan dan praktik kepabeanan Indonesia dinilai menyulitkan pelaku usaha asing. |
UJARAN.CO.ID – Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah Indonesia, kali ini terkait dengan kinerja Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kritik tersebut tertuang dalam laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR).
Dalam laporan tersebut, AS menilai bahwa sejumlah kebijakan dan praktik kepabeanan Indonesia dinilai menyulitkan pelaku usaha asing. Bahkan, kebijakan tersebut dianggap tidak sejalan dengan komitmen Indonesia sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). “Metode penilaian bea masuk oleh petugas Bea Cukai Indonesia tidak sesuai dengan Perjanjian Penilaian Kepabeanan WTO,” tulis USTR, dikutip pada Minggu (20/4/2025).
AS secara khusus menyoroti implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 16/2021 yang mewajibkan verifikasi sebelum pengiriman barang tertentu. Verifikasi ini diberlakukan terhadap berbagai jenis produk, seperti elektronik, tekstil, makanan dan minuman, serta kosmetik, yang harus diperiksa oleh perusahaan surveyor sebelum diimpor.
Hingga akhir tahun lalu, Indonesia disebut belum memberikan pemberitahuan resmi kepada WTO mengenai kebijakan tersebut. “Hingga 31 Desember 2024, Indonesia belum menyampaikan pemberitahuan atas ketentuan ini kepada WTO sebagaimana diatur dalam Perjanjian Pemeriksaan Pra-pengapalan WTO,” tulis USTR dalam laporannya.
Tak hanya itu, skema insentif untuk petugas Bea Cukai Indonesia juga menjadi sorotan. AS menilai skema tersebut dapat mendorong tindakan berlebihan dalam penegakan hukum. “Menurut Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO, negara anggota diwajibkan menghindari sistem insentif yang tidak proporsional,” tulis USTR.
Menurut data yang dikutip USTR, Indonesia sebenarnya telah menyampaikan pemberitahuan awal mengenai peraturan penilaian kepabeanannya sejak September 2001. Namun, hingga saat ini Indonesia belum memberikan jawaban resmi atas Daftar Pertanyaan WTO terkait implementasi Customs Valuation Agreement (CVA) tersebut.
Kritik ini menambah daftar panjang ketegangan perdagangan antara AS dan Indonesia, khususnya di sektor regulasi ekspor-impor dan sistem kepabeanan. Analis menyebut bahwa hal ini bisa berdampak pada kepercayaan investor asing terhadap transparansi sistem perdagangan Indonesia.
Pemerintah Indonesia sendiri hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan resmi terhadap kritik yang dilayangkan oleh USTR. Publik menunggu respons Kemenkeu, khususnya DJBC, terkait sorotan ini agar tidak berdampak negatif pada reputasi perdagangan internasional Indonesia.
Pakar perdagangan internasional menilai, Indonesia perlu segera menjelaskan implementasi aturan kepabeanannya agar tidak dianggap melanggar komitmen dalam kerangka kerja WTO. “Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk menjaga kepercayaan global dalam perdagangan lintas negara,” ujar seorang pengamat ekonomi internasional.
0 Comments