DPR Dorong Revisi KUHAP, Berlaku 2 Januari 2026


Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sangat diperlukan untuk menyesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.

UJARAN.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sangat diperlukan untuk menyesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku pada 2 Januari 2026. RUU KUHAP diharapkan mampu mengakomodasi nilai-nilai baru dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.


KUHP yang baru akan berlaku pada 2 Januari 2026 dan menganut nilai-nilai restorative justice, rehabilitatif, dan restitutif. Secara logika, tentu diperlukan KUHAP yang juga baru dengan nilai-nilai yang sama,” ujarnya.


Dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Ketua Komisi Yudisial (KY), Amzulian Rifai, Habiburokhman menegaskan bahwa revisi KUHAP menjadi urgensi untuk menindaklanjuti sejumlah keputusan Mahkamah Konstitusi, termasuk terkait Pasal 21 KUHAP tentang penahanan bagi pelaku tindak pidana.


Pasal 21 KUHAP saat ini mengatur bahwa penahanan dilakukan terhadap pelaku tindak pidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau tindak pidana tertentu. Ini menjadi salah satu ketentuan yang perlu dikaji ulang dalam revisi KUHAP,” ujarnya.


Ia menekankan bahwa masukan dari seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan dalam penyusunan RUU KUHAP, termasuk dari Komisi Yudisial yang memiliki pengalaman dalam mengidentifikasi hambatan dalam mekanisme peradilan.


Kami berharap ada masukan dari Komisi Yudisial terkait kendala dalam persidangan serta mekanisme yang bisa diterapkan agar pengadilan lebih adil dan menghormati hak semua pihak,” ujarnya.


Habiburokhman menjelaskan bahwa RUU KUHAP harus mampu mengakomodasi prinsip peradilan modern, termasuk perlindungan hak tersangka dan terdakwa serta penguatan sistem pengawasan peradilan.


“Kami ingin KUHAP baru dapat menciptakan keseimbangan antara hak korban, pelaku, dan negara, sehingga proses hukum berjalan transparan dan akuntabel,” ujarnya.


Selain itu, DPR juga akan mengkaji mekanisme penahanan dan alternatif hukuman agar lebih sesuai dengan prinsip keadilan restoratif yang diusung KUHP baru.


“Kami di Komisi III berkomitmen menyusun KUHAP yang lebih adil dan humanis, tanpa mengabaikan aspek penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan,” ujarnya.


Dengan revisi KUHAP ini, diharapkan sistem hukum di Indonesia semakin modern, inklusif, dan selaras dengan prinsip hak asasi manusia, serta mampu menjawab tantangan hukum ke depan.

0 Comments