Dilema Investasi dan Problematika Pandemi di Kabupaten Bantaeng

Foto penulis, Ikhsan

UJARAN.OPINI – Kondisi media yang mulai ribut mengenai Kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina di Kabupaten Bantaeng yang bersamaan dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) karena melihat angka kasus covid semakin meningkat. Memang menjadi perbincangan yang hangat dan menuai banyak kecaman.

selama ini jauh sebelum pandemi Huady yang telah berdiri itu sudah beberapa kali mendapatkan sorotan dari mulai pengelolan limbah dan masalah lain yang berdampak bagi perairan pa’jukukang. Kembali berulah, dengan kedatangan 20 TKA pada Sabtu, 3 juli 2021 yang sudah jelas negara masih dalam keadaan genting. Artinya sudah masalah, dan tambah memperbesar masalah.

Namun yang paling kuat pengaruhnya jika pemerintah sendiri yang bersikap mengenai izin PT. Huady Nickel Alloy. Kalau hanya terus bicara mengenai perizinan tenaga kerja saja, dan kritik izin tenaga kerja efek jeranya kecil bagi perusahaan. Jika sumbangsihnya kecil malah dampak yang ditimbulkan besar bagi lingkungan dan masyarakat yah sudah jangan diberi hati. Bukankah tekanan birokrasi tiada tandingan?

lebih khususnya kepada Dinas Ketenaga Kerjaan (Disnaker) kerja, apakah memang persoalan akan didatangkannya TKA ini? Apakah memang Disnaker tidak tahu akan hal ini? Bukankah yang paham prosedural Hukum Ketenagakerjaan adalah pemerintah itu sendiri. Keliru juga jika pas kedatangan TKA Cina ini barulah bagian dari pemerintah masing-masing berkomentar. Tapi coba kita analisa tanggapan pemerintah mengenai kedatangan TKA ini. Yah, memang pada dasarnya target Indonesia sekarang adalah investasi demi pemulihan ekonomi.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kabupaten Bantaeng, A Irvandi Langgara mengatakan kedatangan TKA untuk kerja di Bantaeng telah memenuhi alur prosedur yang ada (dikutip di: rakyat.news). komentar ini memang tidak ingin mengambil pusing dengan kedatangan TKA di kabupaten Bantaeng.

lebih lanjut Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulawesi Selatan Andi Amran Sulaiman juga berkomentar sekaligus langsung memerintahkan Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Selatan untuk menelusuri izin dan persyaratan keberadaan TKA tersebut sesuai aturan yang berlaku.

Bersamaan dengan ini Ilham Azikin selaku Bupati Bantaeng berkomentar di media rakyat news. “Jika memang memenuhi syarat, maka mereka bisa lanjut bekerja. Kalau tidak, tentu pihak migrasi yang akan melakukan deportasi. Kita akan hentikan jika ada pelanggaran,” (dikutip di media : rakyat.news). Dari sini kita dapat melihat bahwa semua kebijakan pemerintah memang tunduk pada aturan yang sedang berlaku.

Terkait pembahasan di atas, Prosedural dan ketentuan mana lagi selain dari Undang-undang Cipta kerja?

Seharusnya kita prihatin dengan buruh lokal yang merasa dirugikan karena adanya hukum yang melindungi perusahaan sehingga semakin bebas untuk memasukkan TKA di Indonesia. Selain itu, yang paling fatal adalah dalam situasi yang genting masih saja berulah dengan mengandalkan Undang-undang Cipta Kerja. Ada baiknya saya refleksi sedikit mengenai ketentuan yang mungkin bapak maksud di atas.

Ketentuan Hukum Perizinan TKA dalam UU Cipta Kerja dan aturan-aturannya.

yang penulis pahami tentang ketentuan hukum yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Dalam hal ini Undang undang ‘sapu jagat’ yang menuai kritik dari mahasiswa dan buruh sebelum pengesahannya. UU cipta Kerja dan PP No. 34 Tahun 2021 memberi kejelasan mengenai berbagai ketentuan yang diatur sejak tahun 2018. Adapun ketentuan lain yang mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenegakerjaan Indonesia No 8 Tahun 2021.

Dalam PP No.34 Tahun 2021 menjelaskan secara detail dokumen apa saja yang dibutuhkan dalam proses penggunaan TKA serta sanksi administratifnya jika dilanggar oleh pemberi kerja.

Dalam hal ini, isu mengenai TKA asal Cina yang baru saja tiba di Bantaeng, Sulawesi selatan di masa Pandemi ini yang memancing kritikan dari berbagai kalangan.

Dilema antara investasi dan Problematika Pandemi Covid-19

Pendapat penulis, jika perusahaan telah tertib secara apa yang menjadi ketentuan hukum maka kritikan kita sama saja tidak berefek besar jika tidak ada pelanggaran dari perusahaan terkait.

Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka TKA hanya membutuhkan RPTKA saja karena tak lagi membutuhkan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Izin masuk TKA dipangkas dan kini hanya membutuhkan RPTKA saja. Artinya ada kemudahan dalam mendatangkan TKA. Berikut perubahan Pasal 42 Ayat (1) tersebut: “Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.”

Nasib Buruh Lokal akan semakin menghawatirkan jika kebebasan perusahaan memasukkan TKA itu dipermudah. Selalu saja tentang pemulihan ekonomi, yang mereka maksud. Dengan alasan Undang-undang Ketenagakerjaan ini pada implementasinya akan berdampak baik dalam pemulihan ekonomi di masa Pandemi.

Dari pembatasan, larangan mudik sering di terapkan. Anjuran protokol kesehatan demi menanggulangi Pandemi. Yang perlu pemerintah ingat, jika keadaan seperti ini terus terjadi di Kabupaten Bantaeng maka akan menimbulkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Yang kedua kepercayaan masyarakat akan bahaya covid-19 akan hilang. Artinya akan banyak dampak buruk yang terjadi karena ulah PT. Huady Nickel Alloy. Paling tidak Pemerintah terkait segera bersikap akan masalah ini. Jika lambat, maka serangan kalangan pengontrol sosial dan kontrol pemerintahlah yang akan mengecam perusahaan dan pemerintah yang terkait.

Melihat situasi ini kita bisa paham akan alasannya, memakai argumentasi ketentuan hukum, argumentasi tentang pemenuhan prosedural mereka sudah aman dari kecaman. perlu adanya keterbukaan informasi dari jumlah keseluruhan TKA yang sedang bekerja di sana.

Saran penulis, Pemerintah Kabupaten Bantaeng lebih fokus pada pencegahan Penyebaran Covid-19 daripada mempertimbangkan perusahaan yang sumbangsihnya sangat minim bagi daerah. Mungkin ada tapi hanya beberapa orang yang merasakan dampak baiknya.

Oleh : Ikhsan, Mahasiswa Hukum Tatanegara UIN Alauddin Makassar, Sekaligus Kabid Hubungan Organisasi dan Partisipasi Daerah PP-HPMB.

Seluruh isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis.

0 Comments