![]() |
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, mengonfirmasi bahwa kebijakan ini masih dalam proses dan belum final. |
UJARAN.CO.ID - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah membahas rencana penerapan aturan baru mengenai batas minimal luas rumah subsidi yang akan diperkecil menjadi 18 meter persegi. Meski belum resmi diberlakukan, wacana ini sudah masuk tahap uji coba dan pengumpulan masukan dari berbagai pihak.
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, mengonfirmasi bahwa kebijakan ini masih dalam proses dan belum final. “Jadi kalau ditanya tahapan penerapannya, tentu kita akan minta masukan dulu, terus kita akan bahas kembali. Setelah itu juga ada regulasi-regulasi lainnya yang harus kita sesuaikan,” ujar Sri pada Minggu (1/6/2025).
Sri juga menjelaskan, alasan dibalik usulan ini adalah untuk menjawab kebutuhan kelompok masyarakat tertentu, seperti kaum lajang. Menurutnya, dalam regulasi kebutuhan ruang, satu orang hanya membutuhkan sekitar 9 meter persegi. Maka dari itu, rumah subsidi tipe kecil dinilai sebagai alternatif pilihan yang tetap layak huni.
“Aturan ini bukan menggantikan tipe sebelumnya, tapi menambah opsi. Artinya, pengembang akan melihat permintaan pasar. Jika diminati, tentu mereka akan membangun tipe tersebut,” jelas Sri. Dengan demikian, konsumen tetap bisa memilih tipe rumah subsidi yang sesuai kebutuhan, tanpa menghilangkan opsi yang sudah ada.
Terkait harga, Sri memastikan bahwa harga rumah subsidi dengan tipe 18 meter persegi tetap mengikuti ketentuan harga subsidi tahun 2025. Tidak ada perubahan harga dalam draf usulan tersebut, meskipun ukuran rumah lebih kecil.
Sementara itu, untuk rumah susun (rusun), belum ada kebijakan baru yang menetapkan perubahan ukuran unit. “Kalau yang itu kan khusus untuk rumah tapak. Kalau rusun kita belum meletakkan terkait dengan luasannya,” pungkas Sri.
Rencana pengurangan luas rumah subsidi ini memicu berbagai tanggapan publik. Sebagian menyambut positif karena dinilai memberi alternatif hunian murah, sementara yang lain mempertanyakan standar kelayakan hunian dengan ukuran sangat minimal. Pemerintah pun masih membuka ruang diskusi agar kebijakan ini benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat tanpa mengorbankan kualitas hidup.
0 Comments