Persekusi: Hidupkan Demokrasi Kampus

Ket. Foto Rip Demokrasi

UJARAN.OPINI – Semua manusia menurut saya lebih sepakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk daripada mengenai mengapa hal-hal tersebut baik dan mengapa buruk (M.A)

Pembangkangan, bagi mereka yang pernah membaca sejarah, adalah kualitas terbaik manusia. Melalui pembangkanganlah kemajuan dicapai, melalui ketidak-patuhan dan pemberontakan (Oscar Wilde)

Apa kata yang pantas untuk kita sematkan kepada puan birokrat kampus yang terhormat, yang mengurung dan mengekang mahasiswanya dalam aturan yang tak berdasar? oh tentu tidak mungkin itu adalah kata hinaan karena mahasiswa masih di ajar untuk beretika, bukan menjadi hal baru lagi ketika lembaga hanya di jadikan alat untuk peningkatan akreditasi, sementara amunisi (anggaran) bisa di hitung jari.

Lembaga jangan tinggal diam ketika persoalan internalnya di campuri birokrat kampus yang mencoba melindungi diri di balik aturan yang di buat sendiri, kalau hal ini di biarkan tanpa ada perlawanan perlahan nalar pikir kritis mahasiswa akan mati, mahasiswa tak pernah berniat untuk melawan mereka hanya mengingikan ada ketentraman dan kesejahteraan.

Mahasiswa tentunya berharap tidak ada kepentingan birokrat yang di kedepankan sehingga tidak terjadi lagi kondisi lembaga mahasiswa yang memperihatinkan, pertarungan antar lembaga saya pikir tidak jadi masalah, asal jangan ada lagi lembaga yang di agungkan dan selebihnya tidak di pedulikan.

Mahasiswa jangan menjadi burung yang terkurung dalam sangkar walaupun indah tapi tak ada kebebasan dan tentunya hanya menjadi pajangan, sungguh ironi ketika lembaga hanya di jadikan mainan sementara mahasiswa tinggal diam sedikitpun tak ada perlawanan. memang betul rasa ketidakenakan harus di hilangkan dan saatnya demokrasi kampus harus di tegakkan.

Para lembaga kampus harus bersatu tolak aturan dan hal lainya yang tak pro kepada mahasiswa dan memcoba mengotak atik lembaga, salah satu hal yang bisa membuat lembaga kampus mati adalah karena terlalu banyaknya intervensi bahkan dari birokrat kampus itu sendiri yang keinginannya hanya mau di turuti tanpa menimbang dan mengamati permintaan dari mahasiswanya sendiri.

Mahasiswa sudah terbiasa dengan bahasa “kalian di tuntut mandiri” tapi kalau internal lembaga yang di campuri saya pikir sudah terlalu jauh dalam menghakimi, memang apa salahnya mahasiswa berkreatifitas sendiri, membangun relasi dengan lembaga lain bukan nya malah terkurung dan besar di lingkaran sendiri, apa gunannya? dan juga kalau kita melihat aturan dalam undang-undang perguruan tinggi bab 2 pasal 6 bahwa perguruan tinggi harus di selenggarakan secara demokratis dan berkeadilan Ini artinya bahwa lembaga yang ada di kampus berhak menolak ketika ada aturan yang tak adil dan tak pro terhadap lembaga dan mahasiswa.

Mahasiswa harus sadar bahwa kita tak boleh terpenjara dalam aturan birokrat yang berakal, kita harus bebas walaupun ada batas tapi setidaknya kita tidak tertindas.

Kita ternyata butuh militansi ganda yang bisa meyakinkan diri kita dan sekitar kita, pengetahuan yang membakar membuat kita punya keyakinan untuk bertahan dan tentu resiko yang berbahaya hingga kita bisa meraih makna perjuangan yang sebenarnya. Kalau itu diringkas dengan kata mutiara mungkin kalimat Sir Iqbal bisa mewakilinya: Jadilah debu, maka mereka akan melemparkanmu ke udara. Jadilah batu maka mereka akan melemparkanmu ke kaca. (Red)

Opini : Fauzi Rusdi

*Tulisan sepenuhnya ditanggung oleh penulis

0 Comments