Unhas adalah Perguruan Tinggi Besar yang Butuh Pemimpin dengan Nyali dan Mimpi Besar

Prof. Dr. Sukardi Weda

Makassar, Ujaran.co.id – Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali memasuki babak penting dalam sejarah kepemimpinannya. Proses Pemilihan Rektor (Pilrek) untuk masa khidmat 2026–2030 tengah berlangsung, membuka ruang bagi para akademisi terbaik untuk beradu gagasan dan visi besar demi masa depan kampus merah yang lebih unggul dan berdaya saing global.


Sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) dengan reputasi akademik yang kuat, Unhas dituntut tidak hanya mempertahankan eksistensi sebagai kampus unggulan di Indonesia Timur, tetapi juga menapaki level baru menuju World Class University (WCU). Untuk itu, kampus sebesar Unhas membutuhkan sosok pemimpin yang tak hanya cerdas, tetapi juga memiliki nyali dan mimpi besar.


Salah satu figur yang berani mengambil langkah tersebut adalah Prof. Dr. Sukardi Weda, akademisi dari Universitas Negeri Makassar (UNM) yang dikenal dengan kiprahnya di bidang tridarma perguruan tinggi dan kepemimpinan akademik.


Selama dua periode, Prof. Sukardi Weda dipercaya menjadi Ketua Program Studi Sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Sastra UNM, kemudian menjabat sebagai Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan, dan Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNM. Ia juga sempat mengemban amanah sebagai Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan di Institut Teknologi dan Bisnis Kalla (Kalla Institute), serta pernah menjadi Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Sulawesi Selatan periode 2011–2017.


Langkahnya maju dalam Pilrek Unhas, diakuinya, bukan sekadar ambisi pribadi, melainkan dorongan idealisme untuk menghadirkan wajah baru bagi Unhas sebagai universitas berkelas dunia yang berakar pada nilai-nilai lokal Sulawesi Selatan.


“Unhas adalah perguruan tinggi besar. Ia butuh pemimpin yang berani bermimpi besar dan berpikir jauh ke depan. Saya ingin menjadikan Unhas sejajar dengan universitas terkemuka dunia dengan kualitas tridarma yang ekselen,” tutur Prof. Sukardi Weda.


Dalam kertas kerja visi misinya, ia mengusung pendekatan Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA), sebuah kerangka manajemen mutu yang digunakan lembaga pendidikan kelas dunia untuk menilai keunggulan institusi. Ada tujuh kriteria utama yang menjadi fokusnya: kepemimpinan, perencanaan strategis, pelanggan, sumber daya manusia, manajemen pengetahuan, manajemen proses, dan hasil (outcomes).


Tidak hanya bicara tentang visi besar, Prof. Sukardi juga menekankan pentingnya kenyamanan dan kesejahteraan sivitas akademika, termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Ia berkomitmen menjadikan Unhas bukan hanya unggul dalam prestasi, tetapi juga nyaman sebagai tempat tumbuhnya budaya akademik yang sehat.


Salah satu gagasan konkret yang ia tawarkan adalah pembangunan jalan layang dari bundaran Unhas ke arah Kota Makassar (Jalan Perintis Kemerdekaan). Ide ini muncul dari keprihatinannya terhadap kemacetan kronis di pintu 1 Unhas yang setiap hari menghambat mobilitas sivitas akademika.


Selain itu, ia juga memproyeksikan pengembangan kawasan Fakultas Teknik Unhas Gowamenjadi tiga hingga empat fakultas baru, lengkap dengan pembangunan tiga menara perkuliahan setinggi 15 lantai yang akan menjadi simbol kemajuan infrastruktur akademik Unhas.


Dalam aspek penguatan akademik, Prof. Sukardi berkomitmen: (1) meningkatkan kapasitas dosen dan tenaga kependidikan melalui program pelatihan dan kolaborasi internasional, (2) membentuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas, (3) mengoptimalkan tata kelola berbasis transparansi dan prinsip clean and good governance, (4) serta mendorong kemitraan riset dan publikasi internasional dengan akademisi dari universitas ternama dunia.


“Saya ingin menghadirkan kepemimpinan akademik yang progresif dan berintegritas, dengan prinsip merit system dan kolaborasi global. Unhas harus berani melangkah, karena masa depan pendidikan tinggi tidak menunggu,” tegasnya.


Dengan visi dan mimpi besarnya, Prof. Sukardi Weda ingin menjadikan Unhas bukan sekadar kampus besar di timur Indonesia, tetapi sebagai poros pengetahuan dunia yang mampu bersaing dengan universitas internasional.

0 Comments