Calon Haji Indonesia Antre 41 Tahun, DPR Minta Pemerintah Cari Solusi

UJARAN.JAKARTA – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut rata-rata antrean jamaah haji Indonesia mencapai 41 tahun, sehingga Kementerian Agama akan mencari formulasi agar masa tunggu bisa dipangkas.

“Rata-rata (antrean) 41 tahun secara nasional. Kita sudah membuat beberapa simulasi terkait penyiasatan agar antrean itu tidak terlalu panjang. Jadi, kita akan membuat kuota yang berkeadilan,” ujar Menag saat rapat bersama Komisi VIII DPR di Jakarta, Senin.

Menag mengatakan soal antrean dan kuota haji menjadi salah satu pembahasan ketika Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F. Rabiah berkunjung ke Indonesia beberapa pekan lalu.

Ia berharap Pemerintah Arab Saudi dapat mengembalikan kuota seperti sebelum pandemi COVID-19 serta memberikan kuota tambahan agar masa antrean jamaah haji Indonesia tidak terlalu panjang.

“Dengan antrean sepanjang yang dimiliki Indonesia, berat jika kuota tidak ditambahkan,” kata dia.

Soal kuota haji ini, kata Menag, akan dibahas dalam forum Muktamar Perhajian yang rencananya digelar pada awal tahun depan. Muktamar perhajian ini akan membahas sejumlah catatan penting selama pelaksanaan ibadah haji 1443 Hijriah.

Selain kuota, Kemenag juga akan membawa sejumlah catatan ke forum tersebut, seperti batasan usia jamaah, terbatasnya mobilitas fasilitas dan tenaga kesehatan, hingga kenaikan biaya masyair yang belum sebanding dengan fasilitas layanan yang diberikan.

“Kita akan cari solusi bersama di Muktamar perhajian ini. Harapan tahun depan kuota bisa ditambah, bukan hanya 48 persen atau 52 persen sisanya, tapi bisa ditambahkan lebih banyak, karena ini akan sangat bermakna bagi calon jamaah yang mengantre,” kata dia.

Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid mengusulkan pemerintah agar melakukan terobosan untuk memangkas lamanya daftar tunggu calon jamaah haji Indonesia.

“Saya meminta Kementerian Agama memiliki keseriusan membuat terobosan dan inovasi mengurangi masa tunggu calon jamaah haji yang mencapai puluhan tahun,” ujar anggota Fraksi PKS itu dalam Rapat Konsinyering Komisi VIII DPR terkait evaluasi pelaksanaan ibadah haji di Villa DPR, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.

Hidayat menjelaskan, payung hukum mengenai penentuan kuota jamaah haji tiap negara adalah Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI) tahun 1987, di mana ditentukan kuota jamaah haji adalah menggunakan rasio 1/1000.

Menurut dia, pada tahun 2013 hingga tahun 2016, Pemerintah Arab Saudi mengurangi kuota jamaah haji sebesar 20 persen, terkait dengan proyek renovasi Masjidil Haram, atau sejumlah 42.000 per tahun, bagi calon jamaah haji Indonesia.

Namun, kata dia, kuota yang hilang selama proses renovasi tersebut belum dikembalikan. Padahal pembangunan dan perluasan kawasan thawaf sudah selesai.

Oleh karena itu, menurut Hidayat, penting bagi Pemerintah Indonesia untuk menagih janji pengembalian kuota yang dipangkas tersebut.

Dengan semakin meningkatnya penduduk Indonesia, peraturan rasio 1/1000 yang ditetapkan sejak 1987, menurut dia, sudah tidak relevan. Meningkatnya permintaan haji dalam kondisi kuota haji yang tidak berubah menyebabkan waktu tunggu calon jamaah haji semakin panjang.

Ia menyebutkan, di Sulawesi Selatan masa tunggu haji sudah mencapai 40 tahun, di Sumatera sekitar 25 tahun, di DKI Jakarta 20 tahun. Untuk itu, Hidayat menawarkan beberapa solusi.

“Agar Pemerintah Indonesia mengusulkan kembali kepada OKI untuk membahas ulang mengenai pembagian kuota, sebab payung hukumnya ada di sana. Jika payung hukumnya bisa kita ubah, maka ini akan membawa manfaat yang besar bagi calon jamaah haji kita,” ujar Hidayat.(antara/*)

0 Comments