![]() |
| Dalam laporan investigatifnya, aktivis menemukan indikasi bahwa pelaksana proyek menggunakan material batu kerikil dari lokasi tambang di Desa Latali, Kecamatan Pakue Tengah. |
Kolaka Utara, ujaran.co.id — Jangkauan Aktivis Peduli Lingkungan dan Hukum Indonesia menyoroti dugaan penggunaan material tambang ilegal dalam proyek Rekonstruksi Jalan Lanipa–Powala, Kecamatan Pakue Tengah, yang dibiayai oleh APBN. Temuan tersebut disampaikan melalui rilis resmi organisasi pada Selasa (25/11).
Dalam laporan investigatifnya, aktivis menemukan indikasi bahwa pelaksana proyek menggunakan material batu kerikil dari lokasi tambang di Desa Latali, Kecamatan Pakue Tengah. Lokasi tersebut diduga kuat beroperasi tanpa izin resmi, sehingga masuk kategori illegal mining.
“Kami menerima informasi langsung dari salah satu karyawan yang menyebut bahwa material proyek diambil dari lokasi yang tidak memiliki izin usaha pertambangan. Ini jelas bertentangan dengan regulasi,” ujar perwakilan organisasi, Meldin.
Aktivis menilai tindakan tersebut melanggar UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, khususnya Pasal 158, yang mengatur ancaman pidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar bagi pihak yang melakukan penambangan tanpa izin. Selain itu, pelaksana proyek dianggap melanggar ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi, yang memungkinkan penjatuhan sanksi administrasi hingga pembatalan kontrak.
Atas temuan tersebut, Jangkauan Aktivis Peduli Lingkungan dan Hukum Indonesia berencana melaporkan secara resmi kasus ini kepada BPJN Provinsi untuk meminta evaluasi dan pembatalan kontrak. Mereka juga akan membawa kasus ini ke Polres Kolaka Utara agar pihak kepolisian memeriksa dan meminta pertanggungjawaban direktur perusahaan kontraktor.
“Kami meminta BPJN dan aparat penegak hukum konsisten menegakkan regulasi tanpa pandang bulu. Bila laporan ini tidak mendapat respon, kami tidak segan melakukan aksi demonstrasi,” tegas Meldin menutup pernyataannya.

0 Comments