Ini Kronologi Lengkap Meninggalnya Bayi Danendra di RS Wahidin

UJARAN.MAKASSAR – Meninggalnya bayi usia 1 bulan di Rumah Sakit Wahidin Makassar beberapa waktu lalu menimbulkan komentar beragam dari sejumlah pihak. Hari ini Komisi E DPRD Provinsi Sulsel mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama jajaran direksi RS Wahidin.

Dalam RDP tersebut, Plt . Direktur Medik keperawatan dan Penunjang RSUP Wahiddin, Dr. dr. Nu’man AS. Daud, SpPD-KGEH, FINASIM membacakan kronologis penanganan bayi Danendra.

“Pasien masuk melalui triage igd  pada hari kamis malam tanggal 14 Juli 2022 jam 22.28  dengan keluhan benjolan pada kedua lipatan paha dan daerah umbilikalis yang di alami sejak usia 2 minggu pasca kelahiran, sebelumnya pasien ini di rawat di RS Gowa dengan keluhan sesak, oleh dokter triage pasien ini di arahkan ke bagian bedah anak”, ungkap Nu’man

Lanjut Nu’man bahwa pada tanggal 15 Juli 2022, dokter bagian bedah anak melihat pasiennya karena ada riwayat kejang, demam dan diare sebanyak 5 kali  maka di konsul ke dokter Neuro pediatrik dan dokter Gastro pediatrik. Dan tanggal 18 Juli 2022  konsul ke dokter anestesi untuk persiapan operasi dan ada jawaban konsul, saat ini belum optimal untuk tata laksana operasi, usul lanjut terapi dari respi anak dengan target demam, batuk dan ronchi menghilang, transfuse PRC bila tidak demam.

Kemudian keesokan harinya pada tanggal 19 Juli 2022 di konsul ke Pediatrik Divisi Hematologi Onkologi dengan hb rendah, pada hari yang sama sekitar jam 10.30 konsul ke bagian anestesi selanjutnya untuk persiapan operasi dengan jawaban konsul belum optimal untuk dilakukan operasi.

Pada hari selasa tanggal 19 Juli 2022 sekitar jam 18.20, pasien akan di berikan obat injeksi ampicillin sesuai jadwal injeksinya,  perawat jaga 2 dan 3 menyiapkan obat, dan perawat jaga 3 pergi menyuntik bersama perawat magang, karena ada keluhan pada pasien yang lain maka  perawat jaga 3 ke pasien yang lain tersebut dan  perawat magang yang melanjutkan menyuntik, tapi ternyata perawat magang tidak cermat mengambil spoit antibiotic Ampisilin karena ada dua spoit di wadah tersebut (antibiotik Ceftriaxone dan antibiotik Ampisilin).

“Setelah perawat mengetahui bahwa obat yang masuk adalah antibiotic Ceftriaxone, maka perawat jaga 2 memastikan kondisi pasien dengan memeriksa tanda-tanda vital. Sekitar 5 menit kemudian pasien mengalami kejang, oleh perawat jaga 2 menyuntikkan obat anti kejang yang rutin diberikan 2 kali sehari ke Bayi Danendra dengan seizin Ibunya. Setelah penyuntikan kedua obat tersebut kondisi pasien tenang dan tertidur, sekitar 30 menit kemudian dinyatakan saturasi turun ke 86 dan kondisi pasien semakin memburuk ditandai dengan turunnya saturasi sampai 20 dan sekitar 15 menit kemudian dinyatakan Upneu, pasien dinyatakan meninggal”, beber Nu’man didepan anggota DPRD Sulsel.

Jadi pihak RSUP Wahidin berkesimpulan bahwa pasien dengan umur 1 bulan 28 hari dan berat badan 3,6 kg di rawat dengan multidiagnosa (hernia inguinalis bilateral, hernia umbilkalis, Riwayat kejang demam, radang paru (pneumoni), diare akut, tumbuh kembang lambat, leukositosis, hyponatremia, hipokalemia) dan diduga penyebab kematian anak ini adalah karena proses penyakitnya.

“Injeksi ceftriaxone yang di berikan adalah sama jenis antibiotic Ampisilin, antibiotic ceftriaxone adalah antibiotic lini ke 2 untuk radang paru (Pneumonia), dosis juga masih dalam batas dosis terapi”, tutur Dr. dr. Nu’man AS. Daud, SpPD-KGEH, FINASIM.

Dalam RDP tersebut, DPRD Sulsel mempertanyakan sanksi perawat yang melakukan salah suntik hingga menyebabkan kematian.

“Sanksi yang diberikan kepada perawat boleh dikata cukup ringan. Masa iya cuman dilarang kembali praktek di RSUP Wahidin. Ke depan siapa yang menjamin ia melakukan hal yang sama,” ucap Anggota Dewan dari Komisi E DPRD Sulsel, Ismail Bachtiar dalam RDP, Jumat (12/8/2022). (**)

0 Comments