Rapat Bahas Tambang Pasir, Warga Walk Out Diduga Pemerintah Memihak

Rapat pembahasan rencana penambangan pasir di muara Sungai Saddang yang digelar di Kabupaten Pinrang berakhir ricuh. Puluhan warga Desa Baba Binanga memilih walk out karena merasa pimpinan rapat tidak netral dan tidak memberikan ruang bagi warga untuk menyampaikan pendapat.

UJARAN.CO.ID, Pinrang – Rapat pembahasan rencana penambangan pasir di muara Sungai Saddang yang digelar di Kabupaten Pinrang berakhir ricuh. Puluhan warga Desa Baba Binanga memilih walk out karena merasa pimpinan rapat tidak netral dan tidak memberikan ruang bagi warga untuk menyampaikan pendapat.


Rapat yang dipimpin Kepala Bidang Penataan Lingkungan Hidup DLH Sulsel, Andi Rosida, pada Senin (13/1/2025) membahas rencana penambangan pasir oleh PT Pinra Tabalangi (PTB). Warga menilai pertemuan tersebut lebih menguntungkan pihak perusahaan dibandingkan melindungi hak masyarakat setempat.


“Kami keluar karena tidak diberi hak bicara, bahkan pendamping kami tidak diberi ruang untuk berbicara,” tegas Raoda, salah satu warga Desa Baba Binanga.


Presentasi dari pihak PT PTB dinilai tidak transparan. Warga menyoroti minimnya penjelasan mengenai mekanisme operasional tambang, seperti lokasi jetty, stockpile, dan proses penyimpanan pasir. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan yang serius.


Koordinator Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya LBH Makassar, Hasbi Assidiq, menyebutkan ketidakjelasan tersebut berpotensi mengancam lingkungan. “Apalagi warga yang bekerja sebagai petani tambak dan nelayan tidak diberi ruang aman untuk menyampaikan kekhawatiran mereka,” ujarnya.


Berdasarkan Peta Geoportal ESDM, wilayah sepanjang Sungai Saddang memiliki 19 konsesi tambang dengan luas total mencapai 371,82 hektar. Di Desa Baba Binanga sendiri, terdapat 115,2 hektar lahan tambang. Namun, baru PT PTB yang masuk tahap eksplorasi.


Dokumen perusahaan menyebutkan ada 60 warga yang mendukung aktivitas tambang. Namun, Sekretaris Desa Baba Binanga, Yanka, membantah klaim tersebut. Ia menegaskan bahwa sebanyak 527 warga menolak tambang pasir tersebut.


“Mereka yang mendukung tambang bukan warga desa kami. Bahkan ada yang tidak memiliki tanah di sini. Mereka tidak akan merasakan dampak buruk dari tambang ini,” kata Yanka.


Warga meminta pemerintah bersikap tegas dalam menolak proyek tambang yang dianggap tidak transparan dan berpotensi merusak ekosistem Sungai Saddang. Mereka khawatir aktivitas tambang akan menghancurkan mata pencaharian warga dan memperparah risiko banjir dan erosi.


“Kami hanya ingin hidup tenang, tanpa tambang yang mengorbankan masa depan kami dan anak-anak kami,” tutup Raoda.


Hingga saat ini, warga berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan rencana penambangan pasir di wilayah mereka.


0 Comments