UJARAN.MAKASSAR – November tahun 2020, oknum Camat dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar terkait dugaan koruspi secara massif terhadap dana iuran retribusi sampah di Kota Makassar.
Laporan itu disampaikan Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi (AMPD), Dwi Putra Kurniawan sebagai pelapor. Pihaknya melaporkan atas dasar adanya perbedaan nota.
Nota pertama yang diperoleh jumlah retribusi sampah di Kecamatan Mamajang, mencapai Rp130 juta. Sementara nota kedua diduga berasal dari bendahara kecamatan ke kas daerah nilainya berjumlah Rp 90 juta.
Namun hingga kini, Putra mengaku diberitahu secara lisan oleh salah satu penyidik Tipikor yang bernama Jabbar bahwa ada kemungkinan kasus tersebut dihentikan.
“Saya diberitahu bahwa ada temuan yang ditemukan sekitar 50-jutaan kerugian negara. Tapi mungkin kasusnya tidak akan dilanjutkan karena kerugian yang ditimbulkan itu tidak terlalu besar,” ujarnya, Selasa (23/02/20).
Putra menegaskan belum disurati secara resmi terkait kasus tersebut sudah sejauh mana perkembangannya. Menariknya, informasi yang diperoleh selama proses penyidikan pihak terlapor dalam hal ini oknum camat diduga telah mengakui perbuatannya dan mengembalikan kerugian negara.
“Selama proses penyidikan ternyata oknum ini sudah mengembalikan kerugian negara tersebut. Tapi entah kemana karena belum ada penjelasan detail perihal itu,” ujarnya.
Pengembalian tersebut, menurut Putra menandakan adanya penyelewangan tindak pidana korupsi yang terjadi di tubuh kecamatan.
“Itu yang kami sesalkan, tandanya kalau ada pengembalian artinya penyelewengan itu benar terjadi dan ada pemalsuan dokumen,” ucapnya kepada wartawan ujaran.
Analisa PUKAT UPA Terkait Dugaan Korupsi Retribusi Sampah Secara “TSM” di Kota Makassar
Melihat potensi pendapatan yang ada pada sektor penerimaan retribusi persampahan di Kota Makassar mencapai 106 Miliyar dari 243.685 wajib retribusi sampah baik rumah makan, restoran, ruko, industri, perhotelan dan sebagainya.
Setelah tim Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Patria Artha (PUKAT UPA) mengkaji lebih dalam sesuai dengan Perwali Nomor 59 Tahun 2020 tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2019 tanggal 1 September 2020 menemukan beberapa kejanggalan.
“Di tahun anggaran 2019 target 21 M dan terealisasi 19 M atau 89,21 % dari target PAD. Nah, berbeda di 2020 penerimaan ditargetkan cuma 8,52 MIliyar saja, berarti turun sekali dari tahun lalu hampir 50%, ini ada apa? Padahal penetapan target (red: retribusi sampah) pada saat itu belum ada covid. Jadi, ini kuat dugaan adanya korupsi terstruktur sistematis dan massif (TSM),” ujar Bastian Lubis peneliti senior PUKAT UPA di ruang kerjanya jalan Tun Abdul Razak, Gowa saat ditemui wartawan Ujaran, Selasa (23/02/20).
Pihaknya membeberkan banyak pertanyaan yang timbul akibat keputusan tersebut, sebab penurunannya sangat drastis.
“Turunnya gak karu-karuan, kalau covid terus kita melakukan perencanaan tahun depan kita masih berpikir tapi ini November 2019 itu belum ada cerita covid. Artinya ada indikasi menurunkan target pendapatan yang tidak rasional,” jelas Bob sapaan akrab Bastian Lubis. (red/pensa)
Penulis : Yayanouht
0 Comments